Wajib Berwudhu Ketika Thawaf dan Tidak Wajib Dalam Sai
WAJIB BERWUDHU KETIKA THAWAF DAN TIDAK WAJIB DALAM SA’I
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah ketika thawaf dan sa’i harus berwudhu ?
Jawaban
Berwudhu wajib ketika thawaf dan tidak wajib ketika sa’i, tapi yang utama dengan wudhu, dan jika seseorang sa’i tanpa wudhu, maka sah hukumnya.
MENYENTUH KULIT WANITA KETIKA THAWAF
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Seseorang lelaki thawaf ifadhah dalam kepadatan manusia dan dia menyentuh kulit wanita yang bukan mahramnya. Apakah thawafnya batal dan dia harus memulai dari putaran pertama dengan mengqiyaskan pada wudhu, ataukah tidak .?
Jawaban
Seseorang lelaki yang bersentuhan kulit wanita ketika thawaf atau dalam keadaan berdesak-desakan di tempat manapun, maka tidak membatalkan thawafnya dan juga tidak membatalkan wudhunya menurut pendapat yang paling shahih dari beberapa pendapat para ulama. Di mana ulama berselisih dalam beberapa pendapat, apakah menyentuh kulit wanita yang bukan mahramnya membatalkan wudhu atau tidak .? Pertama, membatalkan wudhu secara mutlak. Kedua, tidak membatalkan wudhu secara mutlak. Ketiga, membatalkan wudhu jika menyentuhnya dengan syahwat. Adapun pendapat yang paling kuat dan benar dari beberapa pendapat tersebut adalah, bahwa menyentuh kulit wanita yang bukan mahramnya tidak membatalkan wudhu secara mutlak. Jika seorang lelaki menyentuh kulit atau mencium istrinya maka tidak batal wudhunya. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium sebagian istrinya kemudian beliau shalat dan tidak wudhu lagi. Dan karena yang asal adalah tidak membatalkan wudhu, maka tidak boleh mengatakan bahwa wudhu batal sebab sesuatu kecuali dengan dalil yang menunjukkan batalnya wudhu sebab menyentuh kulit wanita secara mutlak. Adapun firman Allah : (اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ)“aulaamstumu an-nisaa” [Al-Maidah/5 : 6] , maka yang benar dalam tafsirnya bahwa yang dimaksudkan menyentuh istri dalam ayat tersebut adalah bersenggama. Demikian pula dengan bacaan yang lain : (اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ )“aulamastum an-nisaa” Maka yang dimaksudkan menyentuh di sini juga melakukan senggama sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas dan sekelompok sahabat, dan bukan yang dimaksudkan itu hanya sekedar menyentuh kulit sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu. Dengan demikian kita tahu bahwa seseorang yang menyentuh kulit wanita dalam thawaf maka thawafnya tidak batal karena wudhunya tidak batal. Bahkan seandainya suami mencium istrinya maka tidak batal wudhunya jika tidak sampai mengeluarkan sperma.
MELONTAR JUMRAH AQABAH SEBELUM TENGAH MALAM DAN THAWAF DENGAN TANPA WUDHU
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ketika saya menunaikan haji, saya melontar jumrah ‘aqabah sebelum tengah malam, kemudian saya langsung ke Masjidil Haram untuk thawaf ifadhah, dan ketika sedang thawaf saya batal wudhu, lalu saya menyempurnakan thawaf. Karena manusia berdesak-desakan di sekitar maqam Ibrahim saya tidak bisa shalat dua raka’at thawaf, kemudian saya meninggalkan tanah haram dan Mina dan saya baru kembali setelah shalat maghrib. Apakah saya melakukan sesuatu yang dapat merusak ibadah haji, dimana pada waktu itu saya mengambil haji Ifrad.?
Jawaban
Melontar jumrah sebelum tengah malam pada malam Id adalah tidak diperbolehkan. Sebab menurut jumhur ulama, bahwa awal waktu melontar jumrah pada malam ‘Id adalah setengah malam. Maka tidak boleh melontar sebelum itu. Ini yang pertama. Kedua, thawaf ifadhah jika dilakukan sebelum tengah malam juga tidak sah. Demikian juga jika dilakukan setelah tengah malam tapi tanpa wudhu juga tidak sah, seperti karena batal ketika sedang thawaf. Artinya, bahwa kamu belum thawaf dengan benar.
Untuk itu, harus mengulang melontar jumrah dengan niat melontar jumrah untuk hari Id, juga mengulang thawaf dengan niat thawaf ifadhah. Jika baru menyadari hal tersebut setelah habisnya waktu melontar, maka wajib membayar kifarat karena pada hakekatnya kamu tidak melontar. Adapun kifaratnya adalah menyembelih kambing di Mekkah dan dibagikan kepada orang-orang miskin di tanah haram. Tapi untuk thawaf dapat dilakukan kapan saja walaupun pada akhir Dzulhijjah bahkan meskipun dalam bulan Muharram sehingga pelaksanaan haji menjadi sempurna. Wallahu a’lam.
IQAMAT SHALAT KETIKA SEDANG THAWAF ATAU SA’I
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika seseorang thawaf di Baitullah, kemudian ketika dalam putaran ketiga atau keempat, umpamanya, iqamat shalat di kumandangkan. Apa yang harus dilakukan, apakah dia memotong thawaf atauakah menyelesaikan thawaf ? Dan jika dia memotong thawaf, apakah dia menyempurnakan thawaf yang belum dilakukan, ataukah memulai dari pertama lagi ..?
Jawaban
Jika dikumadangkan iqamat shalat ketika seseorang sedang thawaf maka hendaknya dia shalat jama’ah. Lalu setelah rampung shalat, dia menyempurnakan thawafnya yang tersisa. Tapi putaran terkahir thawaf sebelum shalat tidak dinilai jika belum penuh satu putaran. Thawaf dinyatakan satu putaran apabila sampai garis lurus Hajar Aswad. Jika belum sampai itu maka harus memulai dari sudut Hajar Aswad lagi. Demikian ini adalah kehati-hatian untuk keluar dari perbedaan pendapat ulama.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, hal. 153-155, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1697-wajib-berwudhu-ketika-thawaf-dan-tidak-wajib-dalam-sai.html